Iklan

Sabtu, 03 Agustus 2024, Agustus 03, 2024 WIB | Dibaca: 0 kali
Last Updated 2024-08-03T10:13:22Z

Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H ; Wartawan/JurWakapolrinalis Tidak Bisa Di Jerat UUD ITE.

Advertisement


BhirawaNews, Jakarta – Wakil Kepala Polisi Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H menyatakan, Produk Jurnalistik yang diproduksi secara Sah dari Perusahaan Pers Legal, tidak dapat dibawa ke Ranah Pidana maupun dijerat menggunakan Undang-undang Nomor: 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.


“Untuk Kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (Berita), Wartawannya juga tidak boleh diproses, kalau memang informasi itu Benar, bukan Fitnah,” ungkap Komjen Pol  Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H dilansir Kantor Berita Antara pada Rabu (8/2/2024) lalu.


Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H mengatakan, hal itu sejalan dengan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers yang telah diperbaharui, bahwa pihaknya tentu Patuh dalam menjalankan Kesepakatan yang berkaitan persoalan Pemberitaan, selama itu adalah Produk Sah Jurnalistik yang diakui Dewan Pers.


Hal ini dikatakan Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H ketika menanggapi Kasus Sengketa Pers yang berperkara di Polrestabes Makassar, pada hari Rabu (7/2/2024) lalu, saat Ramah Tamah bersama Media di Hotel Rinra Makassar, Sulawesi Selatan.


Dalam Penerapan Undang-undang ITE, kata Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H tentu itu bisa ditempuh apabila sudah melalui mekanisme Dewan Pers, serta aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Pers.


“Jika masih memungkinkan, Penegakan Hukum itu menjadi Pintu Terakhir, tetapi setelah ditempuh Klarifikasi, upaya Mediasi para pihak. Kalau sudah Mentok, baru diputuskan apakah Penyelidikannya di lanjut atau tidak,” tutur Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H yang pernah menjabat sebagai Kapolda Sumatera Utara.


Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H juga telah menyampaikan kepada Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Pol Andi Rian Ryacudu u, S.I.K, M.H bahwa Penerapan Undang-undang ITE harus sangat Selektif dilakukan setelah berbagai upaya Mediasi, apakah dilaporkan Korban atau pihak lain.


“Kalau tidak Cukup Bukti tentu tidak bisa diteruskan. Saya yakin Pak Kapolda Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djayadi, S.I.K, M.H ini bisa menyelesaikan, karena cukup lama bersama saya (Tugas) di Sumatera Utara. Jadi saya paham betul watak beliau,” paparnya.


Media Pers Punya Hak Jawab.


Hal senada disampaikan Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M mengatakan, bahwa Media Sosial berbeda dengan Media Pers, karena tidak bisa Dikonfirmasi maupun Diklarifikasi. Sedangkan Media Massa Perusahaan Pers sangat bisa Dikonfirmasi maupun diminta Klarifikasi apabila terjadi Kekeliruan Pemberitaan yang sesuai aturan.


“Bagi teman-teman Media, semua Produk yang Dihasilkan Dilindungi Undang-undang. Saat ini Kecepatan Informasi di Media Sosial bisa mencakup semua tanpa batas waktu dan wilayah. Cuman, Produk Jurnalistik harus bisa dipertanggungjawabkan baik Diklarifikasi maupun Dikonfirmasi,” ujar Irjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M.


Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023, kata Irjen  Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M menambahkan, bahwa Produk Jurnalistik justru memberikan Sosialisasi, Edukasi dan memberikan Pencerahan bagi Masyarakat. Inilah yang tidak dimiliki Produk atau Konten yang ada di Media Sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.


“Kami berharap Media bahu-membahu memerangi Konten berbau Hoaks apalagi di Tahun Politik seperti ini. Apalagi teman-teman Media jauh lebih luas menghadapi bersama-sama pada Pemilu 2019 yang sangat panjang dan keras dan sudah dihadapi sebelumnya. Teman media juga punya tanggung jawab besar terhadap Negeri ini apalagi di Tahun Pemilu 2024,” kata Irjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M.


Karowassidik Bareskrim Polri Brigjen Pol Iwan Kurniawan, S.I.K, M.Si pada kesempatan itu menegaskan, bahwa pihaknya telah melaksanakan Sosialisasi bertepatan dengan Hari Pers Tahun 2023 kemarin, kepada semua Penyidik di Sumatera Utara terkait dengan Penanganan Perkara Sengketa Pers.


“Saya yakin di Sulawesi Selatan juga dilaksanakan seperti hal itu (Disosialisasikan). Dilaksanakan MoU kepada seluruh Rekan-rekan Penyidik, setiap Produk - Produk Jurnalistik itu tidak boleh di Pidana. Karena Produk Jurnalistik melalui Assessment, Verifikasi, Konfirmasi, dan itu adalah Kewenangan Dewan Pers,” kata Irjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M.


“Tapi, Dewan Pers bukan berarti menangani sendiri apa yang menjadi Laporan atau Pengaduan dari semua Pihak. Para Pihak yang merasa keberatan dengan adanya Berita yang dihasilkan Media itu, Dewan Pers yang Menilai. Boleh dikatakan Pemanggilan, melakukan Diskusi dan ada Tahapan - tahapannya. Jadi, tidak bisa Produk Jurnalistik yang betul-betul Perusahaan Pers Terdaftar itu di Pidana, tidak bisa,” ungkap Brigjen Pol Iwan Kurniawan, S.I.K, M.Si.


Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Djoko Agung Heryadi, memberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) atau Pelatihan untuk Pelatih (ToT), tentang Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia (IKPI), pada 27 – 28 Februari 2015 di Pusdiklat Kominfo, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada hari Jumat, (27/2).


Pasal 27 Ayat (3) UU ITE Memberikan Perlindungan Bagi Wartawan.


Di sisi lain, Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Djoko Agung Heryadi mengatakan, Undang-Undang ITE tidak Memblenggu Kebebasan Pers tapi justru memberikan Perlindungan bagi Insan Pers dalam menjalankan Jurnalis berdasarkan Undang – Undang Pers, dikutip dari Laman Kominfo, pada Jumat (27/2).


Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut, Melarang setiap orang dengan Sengaja dan tanpa Hak Mendistribusikan dan/atau Mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki Muatan Penghinaan dan/atau Pencemaran nama baik.


Menurut Agung, berdasarkan Ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah memberikan Perlindungan bagi Wartawan karena adanya unsur, “Dengan Sengaja dan Tanpa Hak”.


Dengan adanya unsur “Tanpa Hak” Wartawan dan Pimpinan Lembaga Pers yang melaksanakan Tugas Jurnalistik berdasarkan UU Pers tidak dapat Dijerat dengan UU ITE, jika telah menerapkan Kode Etik Jurnalistik.


“Artinya Wartawan yang melaksanakan Tugas Jurnalistiknya sesuai dengan UU No.40/1999 tentang Pers Dilindungi Haknya, jika dalam Tugas Jurnalistiknya tersebut, ada Complain dari Masyarakat terkait Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik,” kata Agung saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) atau Pelatihan untuk Pelatih (ToT), tentang Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia (IKPI), pada 27 – 28 Februari 2015 di Pusdiklat Kominfo, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat(27/2).


Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE, dijelas oleh Agung, berdasarkan Uji Materil terhadap Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, kemudian Amar Putusan -putusan MK No.50/PUU-VI/2008 Permohonan Pemohon di Tolak.


Kemudian Amar Putusan MK No.2/PUU-VI/2009 Permohonan tidak dapat diterima. Kemudian Kesimpulan Mahkamah, yaitu Norma Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Konstisional dan tidak bertentangan dengan Nilai - nilai Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Prinsip - prinsip Negara Hukum. Kemudian dikuatkan lagi dengan Putusan MK No.1/PUU-XIII/2015, yaitu MK Menyetujui Penarikan kembali Permohonan Pemohon.


Melindungi HAM Warga Negara Berekspresi.


Dia menambahkan, terkait Pembatasan dalam Cyberspace, berdasarkan Perundang - undangan di Indonesia ini, justru memberikan Kebebasan dan Melindungi HAM bagi Warga Negara untuk mengekspresikan dirinya dengan bertanggungjawab.


“Pembatasan yang diatur dalam Perundang - undangan di Indonesia, misalnya Diseminasi Konten Pornografi, yang bertujuan untuk Melindungi Anak dan Menjaga Moral Bangsa,” tutur Djoko Agung Heryadi.


Selain itu, kata Agung Pembatasan Konten Perjudian, yang bertujuan Melindungi Keluarga, terkait dengan Penghinaan, jelas untuk Melindungi HAM Warga Negara. Begitu juga Konten Mengandung SARA. Hal ini untuk amenjaga Keutuhan Bangsa dan Negara. Disamping itu Berita Bohong yang menimbulkan Kerugian bagi Masyarakat, Ini juga untuk Melindungi Masyarakat dari Penipuan Online. 


(red).