Advertisement
Bhirawanews.com||Surabaya-Nama Gugus Supriyanto, atau Boncu, kini menjadi figur yang diperhitungkan dalam dunia jurnalistik. Namun, jalannya ke titik ini penuh darah dan air mata. Ia memulai dari bawah—lebih rendah dari nol. Ditendang hidup, diinjak keadaan, nyaris hancur, tapi selalu menemukan alasan untuk bangkit.
Lalu ia bertemu Why, seseorang yang memperkenalkannya pada dunia jurnalistik. Tapi dunia ini bukan tempat bagi mereka yang lemah. Tanpa uang, tanpa koneksi, ia hanya bersenjatakan tekad. Ditolak, dihina, dipandang sebelah mata, tapi ia tidak goyah. Ia menyerap ilmu seperti spons, belajar dari siapa saja, menelan segala caci maki untuk membentuk dirinya menjadi lebih keras. Lambat laun, ia berubah—tajam, kritis, tak bisa dikendalikan.
Kini, Boncu bukan sekadar jurnalis. Ia adalah badai di tengah kekacauan. Ia melihat dijadikan mesin pencari berita tanpa perlindungan. Tapi Boncu melawan. Ia menyatukan puluhan wartawan independen yang selama ini tercerai-berai, membangun kekuatan untuk menghancurkan sistem kerja yang timpang. Ia bukan hanya menulis, ia berperang.
Tekanan, ancaman, bahkan upaya pembungkaman sudah menjadi makanan sehari-hari. Tapi Boncu tak mundur. Setiap serangan hanya membuatnya semakin tajam, semakin berbahaya. Ia tidak lagi sekadar jurnalis, ia adalah duri di tenggorokan mereka yang ingin membungkam kebenaran. Ia berdiri di garis depan, menantang siapa saja yang berusaha menginjak kaum kuli tinta.
Dari seseorang yang diremehkan menjadi sosok yang ditakuti. Dari titik nol yang hampir terkubur, kini ia berdiri dengan pena yang lebih tajam dari pedang. Boncu bukan sekadar nama. Ia adalah perlawanan, keberanian, dan mimpi buruk bagi mereka yang ingin menutup suara-suara yang seharusnya terdengar. (Gugus/red)